Tidur dalam batu

Kelakar angin mengusik garis senja
Digiringnya helaian awan ke sisi dermaga
Perhentian pikiran, muaranya perasaan
Berbatas cakrawala di jingga bola mata
Sekali lagi kubuang ini muka tepat ke angkasa

Lamat-lamat riuh dan membahana
Seperti usapan angin berjuta-juta
Titian waktu merona rupa-rupa
Nampak anggun selebihnya pudar sirna
Sekali lagi kuredam ini darah yang bergelora

Pada buliran nafas yang masih terjaga
Semakin kentara semerbak udara
Melandaikan malam gitu jalannya tergesa
Hingga tunduk luluh pada peraduan yang sama
Sekali lagi kutulis ini kalbu pada gemintang bercahaya


Demi aku dan sebuah pena
Berharap sekali lagi ini kali terakhir kuarungi lautan purnama...

7 Komentar

21 Maret 2010 pukul 18.41

nice poem...

30 Maret 2010 pukul 11.59

Duh blognya bagus banget yak... keren!
sungguh!

13 April 2010 pukul 18.10

sulit banget mengertinya, padahal sudah dibaca berulang-ulang.

makasih supportnya n kunjungannya.

13 April 2010 pukul 18.12

bagus banget nih...
seneng baca2 disini.
nulis lagi ya!

15 April 2010 pukul 14.00

Ehm, yang jelas inversinya menarik... hehee

1 April 2011 pukul 00.55

Wow! puisi yang bagus dengan pemilihan kata yang pas, kata "Demi aku dan sebuah pena" adalah identitas lekat seorang pujangga :-)

15 April 2011 pukul 11.39

mantap .... hati ini sejuk....

Posting Komentar

© 2008 - 2012 | aephobia
0, 0